Cari Blog Ini

Rabu, 03 November 2010

JEMBATAN


Alasan utama mengapa harus mengampuni adalah demi kebaikan diri sendiri.

Alkisah ada dua orang kakak beradik yang hidup di sebuah desa. Entah mengapa, mereka terjebak ke dalam suatu pertengkaran serius. Dan ini adalah kali pertama mereka bertengkar demikian hebatnya. Padahal selama 40 tahun mereka hidup rukun berdampingan, saling meminjamkan peralatan pertanian. Keduanya pun bahu-membahu dalam usaha perdagangan tanpa mengalami hambatan. Namun kerjasama yang akrab itu kini retak.
Dimulai dari kesalahpahaman yang sepele,  kemudian berubah menjadi perbedaan pendapat yang besar, dan akhirnya meledak dalam bentuk caci-maki.Beberapa minggu sudah berlalu, mereka saling berdiam diri tak bertegur-sapa.
Suatu pagi, datanglah seseorang mengetuk pintu rumah sang kakak. Di depan pintu berdiri seorang pria membawa kotak perkakas tukang kayu. “Maaf tuan, sebenarnya saya sedang mencari pekerjaan,” kata pria itu dengan ramah. “Barangkali tuan berkenan memberikan beberapa pekerjaan untuk saya selesaikan.”
“Oh ya!” jawab sang kakak. “Saya punya sebuah pekerjaan untukmu. Kau lihat ladang pertanian di seberang sungai sana. Itu adalah rumah tetanggaku, ah sebetulnya ia adalah adikku. Minggu lalu ia mengeruk bendungan dengan bulldozer lalu mengalirkan airnya ke tengah padang rumput itu sehingga menjadi sungai yang memisahkan tanah kami.”
Sang kakak masih melanjutnya, “Hmm, barangkali adikku melakukan itu untuk mengejekku, Tapi aku akan membalasnya lebih setimpal. Di situ ada gundukan kayu. Aku ingin kau membuat pagar setinggi 10 meter untukku sehingga aku tidak perlu lagi melihat rumahnya. Pokoknya, aku ingin melupakannya.”
Kata tukang kayu itu, “Saya mengerti. Belikan saya paku dan peralatan. Akan aku kerjakan sesuatu yang bisa membuat tuan merasa senang.”
Kemudian sang kakak pergi ke kota untuk berbelanja berbagai kebutuhan dan menyiapkannya untuk si tukang kayu. Setelah itu ia meninggalkan tukang kayu bekerja sendirian. Sepanjang hari tukang kayu bekerja keras, mengukur, menggergaji dan memaku. Di sore hari, ketika sang kakak petani itu kembali, tukang kayu itu baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Betapa terbelalaknya ia begitu melihat hasil pekerjaan tukang kayu itu. Sama sekali tidak ada pagar kayu sebagaimana yang dimintanya.
Namun, yang ada adalah jembatan melintasi sungai yang menghubungkan ladang pertaniannya dengan ladang pertanian adiknya. Jembatan itu begitu indah dengan undak-undakan yang tertata rapi. Dari seberang sana, terlihat sang adik bergegas berjalan menaiki jembatan itu dengan kedua tangannya terbuka lebar. “Kakakku, kau sungguh baik hati mau membuatkan jembatan ini. Padahal sikap dan ucapanku telah menyakiti hatimu. Maafkan aku?” kata sang
adik pada kakaknya.
Dua bersaudara itu pun bertemu di tengah-tengah jembatan. Keduanya saling berjabat tangan dan berpelukan. Melihat itu, tukang kayu pun membenahi perkakasnya dan bersiap-siap untuk pergi. “Hai, jangan pergi dulu. Tinggallah beberapa hari lagi. Kami mempunyai banyak pekerjaan untukmu,” pinta sang kakak.
“Sesungguhnya saya ingin sekali tinggal di sini,” jawab tukang kayu, “tapi masih banyak jembatan lain yang harus saya selesaikan.”
Kedua kakak beradik itu pun mengangguk setuju. Dengan mata berkaca-kaca kedua kakak beradik itu melihat sang tukang kayu beranjak pergi, menjauh, dan perlahan tak kelihatan lagi.
Moral Story
Tuhan selalu ingin bersama kita. Dalam damai sejahtera Ia selalu ingin mempersatukan hati kita. Dia selalu ingin kita mengasihi sesama kita, saudara kita, dan siapa pun juga. Tuhan memang menginginkan agar kita saling mengasihi sesama kita, saudara kita. Apakah kita sungguh yakin dan percaya bahwa Dia adalah yang mempersatukan kita, dan menumbuhkan rasa saling cinta dalam diri untuk mengasihi sesama kita.

Tidak ada komentar: